Monday, July 12, 2010

Haryo Penangsang


Cerita Haryo Penangsang merupakan cerita yang cukup sering dipanggungkan di pentas- pentas drama tradisional. Versi yang umum dikenal di masyarakat, perseteruan Penangsang – Hadiwijaya berebut pengaruh politik berakhir dengan kematian Penangsang ditengah Bengawan Sore, tertikam tombak Kyai Plered oleh Danang Sutawijaya (dibelakang hari beliau menjadi penguasa Mataram bergelar Panembahan Senapati). Dalam Serat Kandha dikisahkan Penangsang berpuasa serta menahan amarah selama 40 hari untuk memperoleh kesaktian. Di hari ke-40 datang tantangan dari fihak Pajang membuat Penangsang lupa diri. Sembari mengenderai kuda Gagak Rimang bersenjatakan keris Setan Kober, Penangsang menjawab tantangan itu. Gagak Rimang merupakan kuda jantan yang diperam di kandang setiap harinya, sehingga saat melihat kuda betina yang dikendarai anak angkat Sultan Pajang, Sutawijaya, Gagak Rimang menjadi liar akibat nafsu birahi. Penangsang tidak mampu mengendalikannya, sehingga memudahkan Sutawijaya untuk menancapkan tombak Plered ke perut Penangsang. Usus terburai dari perut, dan meski sempat memberikan perlawanan yang gagah, Penangsang akhirnya gugur. Konon ini pula yang menjadikan adat keris Jawa diberi ’melati rinonce’ (rangkaian melati), untuk mengabadikan gagahnya Penangsang saat bertempur dengan keris dibelit usus yang terburai.
TVRI Yogyakarta bekerjasama dengan TVRI Surabaya sekitar tahun 2002-2003 pernah menayangkan cerita tentang Harya Penangsang dari versi lain. Menurut versi yang konon merupakan cerita asli tersebut, kisah tentang Haryo Penangsang sesungguhnya banyak mengandung simbol. Puasa yang dilakukan Adipati Penangsang merupakan perlambang, saat Jipang Panolan (sekarang daerah di Cepu) daerah kekuasaan Adipati Penangsang diblokade secara ekonomi oleh Pajang (sekarang daerah di Kartasura), kesultanan yang dipimpin Mas Hadiwijaya (beliau dikenal pula sebagai Mas Karebet atau Jaka Tingkir). Kehidupan ekonomi yang sulit digambarkan seperti keadaannya orang berpuasa. Strategi ditempuh fihak Pajang dengan menyusupkan wanita cantik yang berperan sebagai telik sandi serta penggoda di istana Kadipaten Jipang(Mungkin strategi ini juga mengilhami Sutawijaya saat berkonflik dengan Ki Ageng Mangir serta Adipati Timur di Madiun di jaman Mataram, dimana Sutawijaya menyusupkan Rara Pambayun di Mangir, serta Nyi Adisara di Madiun sebagai telik sandi). Penangsang terpikat dan berkeinginan mengambil wanita tersebut sebagai istri. Si wanita setuju, dengan syarat pada malam setelah pesta pernikahan, dirinya digendong dari sitihinggil ke peraduan tanpa kawalan. Penangsang menyanggupinya. Ketika dalam perjalanan menggendong itulah, Penangsang ditikam oleh Sutawijaya oleh tombak Plered. Ini yang digambarkan sebagai Gagak Rimang terpikat kuda betina. Demikian akhirnya Penangsang gugur, menyudahi konflik puluhan tahun diantara keluarga Kesultanan Demak sepeninggal Raden Patah.
Entahlah mana yang benar dari versi yang ada, yang pasti dua versi cerita Haryo Penangsang mengandung filsafat bijak agar manusia tidak ’grusa-grusu’ dalam bertindak. Sesuai filsafat kuno yang sering diwasiatkan dar para leluhur; ’ ojo kagetan, ojo gumunan, sing tetep eling lan waspodo’.


No comments:

Post a Comment