Friday, January 16, 2015

Bapak Ibu Tani



 
 
*Ayem tentrem ing desane,Pak Tani…
Urip rukun bebarengan
Mbangun desa sak kancane,Pak Tani…
Nyambut gawe tanpa pamrih......


(Tenang tenteram di desanya, Pak Tani…
Hidup rukun bersama,
Membangun desa dengan seluruh mitra, Pak Tani….
Bekerja tanpa pamrih.......)

Hidup Pak Tani dan Bu Tani memang tenteram penuh kesederhanaan.
Tak peduli jaman sudah berubah, hidup Pak Tani dan Bu Tani tetaplah sama.
Selalu menjauh dari keramaian, menepi dari puja – puji, bahkan pula rasa terima kasih.

Padahal, bicara soal jasa, sumbangsih Pak Tani dan keluarganya tak pantas diragukan.
Karena Pak dan Bu Tani, Nusantara kuno pernah berjaya.
Karena Pak dan Bu Tani, Ndara Tuan Kulit Putih yang gembel jadi kaya – raya.
Karena Pak dan Bu Tani, kemandirian pangan pernah dirasa.

Tetapi kini, nasib Pak dan Bu Tani tak banyak lagi dipikirkan.
Sawah - ladang sudah berubah menjadi gedung bangunan dan perumahan.
Harga pupuk dan hasil panen jadi barang mainan.
Kehidupan pertanian dianggap kehidupan terbelakang.

Untungnya, bukan kegemaran Pak dan Bu Tani untuk bersedih ataupun berkeluh kesah.
Sudah lumrah lah di kehidupan mayapada ini air susu dibalas dengan air tuba.
Bagi Pak dan Bu Tani, tidak ada kegembiraan yang lebih,
daripada berolah-krida dan bermandi keringat di sawah, 
untuk keberlangsungan hidup, beratus juta orang di seluruh negeri.

*Pancen luhur bebudene, Pak Tani…
Kena kanggo patuladan
Nyambut urip sak anane, Pak Tani…
Jujur tindak lan lakune....


(Memang luhur budi(nya), Pak Tani…
Dapat menjadi contoh yang baik,
Menyambung hidup seadanya, Pak Tani…
Jujur tingkah dan lakunya…)



·         Bait * di cuplik dari ‘Pak Tani’, karya Koes Plus 1974