*Ayem tentrem ing desane,Pak Tani…
Urip rukun bebarengan
Mbangun desa sak kancane,Pak Tani…
Nyambut gawe tanpa pamrih......
Urip rukun bebarengan
Mbangun desa sak kancane,Pak Tani…
Nyambut gawe tanpa pamrih......
(Tenang tenteram di desanya, Pak Tani…
Hidup rukun bersama,
Membangun desa dengan seluruh mitra, Pak Tani….
Bekerja tanpa pamrih.......)
Hidup Pak Tani dan Bu Tani memang
tenteram penuh kesederhanaan.
Tak peduli jaman sudah berubah, hidup
Pak Tani dan Bu Tani tetaplah sama.
Selalu menjauh dari keramaian, menepi
dari puja – puji, bahkan pula rasa terima kasih.
Padahal, bicara soal jasa, sumbangsih
Pak Tani dan keluarganya tak pantas diragukan.
Karena Pak dan Bu Tani, Nusantara kuno
pernah berjaya.
Karena Pak dan Bu Tani, Ndara Tuan Kulit Putih yang gembel jadi
kaya – raya.
Karena Pak dan Bu Tani, kemandirian
pangan pernah dirasa.
Tetapi kini, nasib Pak dan Bu Tani tak
banyak lagi dipikirkan.
Sawah - ladang sudah berubah menjadi gedung
bangunan dan perumahan.
Harga pupuk dan hasil panen jadi barang
mainan.
Kehidupan pertanian dianggap kehidupan
terbelakang.
Untungnya, bukan kegemaran Pak dan Bu
Tani untuk bersedih ataupun berkeluh kesah.
Sudah lumrah lah di kehidupan mayapada
ini air susu dibalas dengan air tuba.
Bagi Pak dan Bu Tani, tidak ada kegembiraan
yang lebih,
daripada berolah-krida dan bermandi keringat di sawah,
untuk keberlangsungan hidup, beratus juta orang di seluruh negeri.
untuk keberlangsungan hidup, beratus juta orang di seluruh negeri.
*Pancen luhur bebudene, Pak Tani…
Kena kanggo patuladan
Nyambut urip sak anane, Pak Tani…
Jujur tindak lan lakune....
(Memang luhur budi(nya), Pak Tani…
Kena kanggo patuladan
Nyambut urip sak anane, Pak Tani…
Jujur tindak lan lakune....
(Memang luhur budi(nya), Pak Tani…
Dapat menjadi contoh yang baik,
Menyambung hidup seadanya, Pak Tani…
Jujur tingkah dan lakunya…)
·
Bait
* di cuplik dari ‘Pak Tani’, karya Koes Plus 1974