Sebagaimana
lazim, tiap tanggal 31 Mei dirayakanlah sebagai hari jadi Kota Surabaya. Penetapan
utamanya berdasarkan adanya peristiwa pembakaran kemah pertahanan serta kapal –
kapal Tentara Mongol yang ngendon di
tepi Sungai Surabaya pada tanggal 31 Mei 1293. Peristiwa yang kemudian diabadikan
sebagai kata pendek dalam Bahasa Kawi ‘Sura ing Baya’, atau berarti berani
dalam menghadapi bahaya. Frase yang ditujukan pula untuk mengenang keberanian
para simpatisan Nararya Wijaya dalam menegakkan kedaulatan dari dominasi Mongol
di Jawa. Tentunya, kemenangan tersebut amat membanggakan.Mengingat kemampuan
tempur Tentara Mongol saat itu amat ditakuti di seluruh dunia. Pusat kota
Abasiyah di Baghdad yang indah dan berbenteng kuat harus rela hancur lebur oleh
amukan Mongol. Tapi di Nusantara lama, cerita bisa berbalik 180 derajat. Dalam
catatan sejarah, hanya di Surabaya (dan satu lagi saat Mongol berusaha
menganeksasi Jepang), Tentara Mongol menemui kegagalan dalam kampanye militer. Tak
ayal, peristiwa itu diabadikan sebagai hari jadi kota Surabaya.
Tapi,
apakah benar eksistensi Surabaya bertitik tolak dari peristiwa Mongol, sehingga
31 Mei diambil sebagai hari jadi?
Nama Surabaya
sesungguhnya sudah dikenal jauh sebelum Majapahit berdiri. Pada medio abad 13M,
leluhur Nararya Wijaya di Singasari, Shri Krtanegara mendirikan pemukiman kecil
di tepi Sungai Pegirian (dekat Ampel sekarang) sebagai basis militer bagi para
prajurit Singasari yang akan pergi ke Sumatera dalam Ekspedisi Pamalayu. Tulisan-tulisan
musafir Tiongkok banyak yang membenarkan berita ini. Daerah di delta Pegirian
ini kemudian terus berkembang sebagai areal dagang yang penting. Di Surabaya
dikenal wilayah Peneleh (di daerah Surabaya Utara), yang diturunkan dari kata ‘pinilih’,
sebagai tempat para pangeran dari Singasari bertempat tinggal untuk mengawasai
jalannya administrasi pada masa itu. Sehingga eksistensi Surabaya sebenarnya
pula sudah ada lama sebelum kemenangan atas Mongol terjadi.
Tetapi,tak
dapat dipungkiri jika peran Surabaya memang mulai bertambah penting setelah
peristiwa Mongol. Seiring itu pula Kerajaan Majapahit mulai berkembang. Namun,
Majapahit sendiri tidak mengambil hari pertempuran 31 Mei tersebut sebagai
tanggal kerajaan. Hari resmi Majapahit terjadi pada tanggal 15 bulan Kartika,
atau bertepatan pada tanggal 10 Nopember 1293, saat Nararya Sanggramawijaya jumenengan sebagai Raja Majapahit
memakai nama abiseka Shri Kertarejasa Jayawardhana. Sehingga agar memori
peristiwa besar melawan militer Mongol tidak hilang begitu saja, diambillah
kesepakatan, untuk tanggal 31 Mei ditetapkan sebagai hari jadi Kota Surabaya.